Rabu, 25 Juni 2008

Pengaruh Tayangan Televisi terhadap Tingkah Laku Anak

Latar Belakang
Televisi dan anak adalah dua hal yang sangat berbeda tetapi dua hal itu selalu berkaitan. Selama masih ada siaran televisi pasti hubungan antara televisi dan anak juga masih terjalin. Sekarang ini televisi bukan lagi menjadi barang yang langka. Hampir semua orang di pelosok negeri ini tahu apa itu televisi? ”Kotak ajaib” yang menjadi salah satu barang kesukaan semua orang.
Televisi hadir bagaikan cahaya, dengan menyajikan tayangan-tayangan andalan setiap stasiun televisi, benda itu mampu menghipnotis banyak orang untuk berlama-lama duduk di depan kotak ajaib itu, tertawa-tawa ceria, dan berbagai ekspresi yang muncul ketika meonton tayangan televisi. Bukan hanya orang dewasa saja yang terhipnotis, anak-anak kecil yang masih polospun ikut terhanyut dalam dramatisasi adegan-adegannya. Padahal kalau kita tengok ulang, anak-anak belum saatnya tahu akan hal itu, mereka belum mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah, mana yang cocok buat mereka dan mana yang tidak. Akhirnya banyak anak-anak yang mengalami peristiwa ”dewasa sebelum saatnya”. Tingkah laku mereka banyak yang dipengaruhi oleh tayangan-tayangan yang ada di televisi.
Tetapi tidak boleh dipungkiri dengan hadirnya televisi di seluruh lapisan masyarakat, masyarakat akan lebih mudah untuk memperoleh informasi, hiburan, dan sebagainya tanpa memandang derajat. Semua itu ada sisi baik dan buruknya. Sehingga peran orang tua sangatlah dibutuhkan oleh anak-anak. Bukan hanya orang tua saja yang bertanggung jawab pada anak-anak tetapi semua pihak yang terkait.

Rumusan Masalah
• Bagaimana pengaruh tayangan televisi terhadap perilaku anak?
• Bagaimana cara untuk meminimalkan efek negatif tayangan televisi terhadap perilaku anak?
PEMBAHASAN

”Keluarga E mempunyai dua orang anak, yang berusia 4 tahun dan 1,5 tahun. Perilaku anaknya yang berusia 4 tahun itu awalnya biasa saja, lembut, dan gerakannya teratur. Tetapi beberapa waktu kemudian, perilakunya berubah menjadi lebih agresif setelah menonton film anak-anak ULTRAMAN. Gerakannya menjadi lebih cepat, tangkas, bahkan nyaris tanpa sadar cenderung mau memukul siapa saja yang ada dihadapannya. Sasaran yang menurutnya paling enteng adalah adiknya sendiri, yang baru berusia 1,5 tahun itu. Sehingga orang tuanya merasa perlu untuk terus mengawasi adiknya agar tidak berada dekat dengan kakaknya”.(www.dossuwanda.wordpress.com )
Cerita di atas merupakan pengalaman yang cukup menyentuh hati jika diresapi lebih dalam lagi. Persoalan anak-anak bukan hanya menjadi persoalan orang tua saja, tetapi juga menjadi persoalan semua pihak. Anak-anak adalah masa depan bangsa, nasib bangsa tergantung pada anak-anak, mereka adalah tunas-tunas bangsa, yang akan menjalankan roda pemerintahan. Tetapi dengan perkembangan alat elektronik yang semakin pesat membawa dampak positif maupun negatif. Misalnya saja dengan adanya televisi. Televisi tidak hanya membawa pengaruh yang positif saja, tetapi juga membawa pengaruh yang negatif, dengan tayangan yang dihadirkan tidak menolak kemungkinan akan mempengaruhi perilaku anak. Banyak anak-anak yang lebih cepat matang (dewasa sebelum saatnya).
Seorang ahli bernama Albert Bandura mengemukakan teorinya yang terkenal dengan nama Social Learning Theory, yang secara umum menjelaskan bahwa anak-anak akan dengan mudah meniru perilaku apa yang sering mereka tonton. Anak-anak yang menonton kekerasan mempunyai peluang besar untuk menirunya. Sebaliknya jika anak sering menonton acara yang berisi hal-hal yang bersifat mendidik, misalkan film yang berisi cerita kepalawanan atau kasih sayang (antar mahluk hidup), maka ia pun akan terpengaruh atau meniru apa yang ia tonton tersebut. (www.kayadansehat.blogspot.com). Anak-anak identik dengan jiwa yang bersih, jiwa yang lugu, polos, serta apa adanya. Semestinya biarkan mereka tumbuh dan berkembang secara alami, tanpa paksaan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja.
Televisi adalah media yang potensial sekali, tidak saja untuk menyampaikan informasi tetapi juga membentuk perilaku seseorang. Sebagai media audio visual televisi mampu merebut 94% saluran masuknya pesan-pesan atau informasi ke dalam jiwa manusia yaitu lewat mata dan telinga. Televisi mampu membuat orang pada umumnya mengingat 50% dari apa yang mereka lihat dan dengar di layar televisi walaupun hanya sekali ditayangkan. Atau secara umum akan ingat 85% dari apa yang mereka lihat di TV, setelah 3 jam kemudian dan 65% setelah 3 hari kemudian (Dwyer pada www.forum.transtv.co.id)
Anak-anak lebih bersifat pasif dalam berinteraksi dengan TV, seringkali mereka terhanyut dalam dramatisasi terhadap tayangan yang ada di televisi. Televisi ibarat koin mata uang yang mempunyai dua sisi yang tidak bisa berjalan bersama-sama, selalu bertolak belakang. Di satu sisi sebagai sarana untuk mempermudah memperoleh informasi, hiburan, serta dapat membawa kehidupan ke arah kemajuan. Tetapi di sisi yang lain menularkan efek yang buruk terhadap sikap, pola pikir, dan perilaku anak. Televisi mempunyai daya tiru yang sangat kuat bagi pertumbuhan dan perkembangan anak-anak. Anak-anak yang masih rentan daya kritisnya, akan mudah sekali terpengaruh dengan tayangan televisi yang ditontonnya. Mereka belum mampu membedakan mana yang baik dan buruk serta mana yang pantas dan tidak pantas.
Pengaruh televisi pada anak-anak memang sulit untuk dihindari. Dari hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Deppen-RI dalam laporan Pengaruh Sosial Budaya dari Komunikasi Satelit (II). Proyek Penelitian RI 1977-1978, bahwa: ”Akibat lain dari masuknya televisi di desa adalah banyaknya anak-anak yang meninggalkan pelajaran mengaji karena mereka lebih tertarik untuk menonton acara siaran anak-anak (kartun dan sebagainya). Sebagian anak-anak juga mengikuti tayangan televisi sampai larut malam, yang menyebabkan mereka tidak lagi mempunyai waktu belajar atau membantu orang tua mengerjakan pekerjaan rumah. Akibatnya, sebagaimana yang diceritakan oleh beberapa guru, bertambah murid-murid yang membolos, mengantuk di kelas, dan mengalami kemunduran dalam pelajarannya”(www.dossuwanda.wordpress.com).
Selain itu, ada juga contoh lain dari sebuah penelitian di California Selatan menemukan bahwa dalam beberapa tahun terhadap 732 anak, konflik dengan orang tua, perkelahian sesama anak, dan kejahatan remaja ternyata erat korelasinya dengan jumlah jam menonton TV (www.pks.jaksel.or.id). Bagi mereka yang kapasitas menontonnya tinggi, tidak menutup kemungkinan mereka lama kelamaan akan meniru adegan-adegan yang ada dalam tayangan Televisi yang sebenarnya tidak boleh mereka lakukan. Tidak hanya tayangan film yang membawa dampak negatif, ternyata iklan juga dapat mempengaruhi tingkah laku mereka. Anak yang sering menonton tayangan iklan-iklan di televisi yang sifatnya komersial, akan menjadi anak yang konsumtif. Mereka akan mudah terpengaruh oleh iklan tersebut yang akhirnya akan membawa mereka ke dalam tingkah laku yang konsumtif, suka menghambur-hamburkan uang.
Tetapi kita tidak boleh mengklaim bahwa semua tayangan televisi hanya berdampak negatif. Jelas pernyataan itu tidak adil. Seperti yang telah dijelaskan di atas, TV ibarat koin mata uang. TV juga mempunyai dampak positif, banyak siaran TV yang baik untuk pendidikan anak. Riset menemukan anak-anak TK sampai kelas lima yang suka menonton berita, ternyata lebih memiliki pengetahuan tentang politik , lebih suka mendiskusikan berita tersebut dengan teman-temannya, lebih tertarik dengan masalah-masalah publik, dan lebih suka mencari informasi-informasi lebih lanjut tentang apa yang mereka tonton (www.indonesiamedia.com). Dengan demikian, dapat memacu perkembangan pengetahuan dan ketrampilan anak untuk berdiskusi, berkreasi, berfantasi, dan berinteraksi dengan yang lain.
Saat ini sudah ada stasiun televisi yang mencantumkan kode-kode tertentu di ujung layar pada setiap acara yang ditayangkan. Kode-kode tersebut antara lain: D (Dewasa), SU (semua umur), dan BO(bimbingan orang tua). Ini bisa dikatakan sebagai alternatif atau jalan keluar untuk mengantisipasi menyebarnya informasi atau tayangan yang tidak pantas dikonsumsi oleh anak-anak. Dengan adanya kode-kode tersebut diharapkan para orang tua khususnya lebih mudah mengetahui jenis acara mana yang pantas untuk anaknya.
Ada beberapa saran untuk orang tua untuk meminimalkan efek negatif yang dapat ditimbulkan oleh televisi terhadap anak-anak, antara lain:
• Beri batasan waktu untuk menonton televisi. Kapan anak boleh menonton dan kapan anak harus berhenti menonton televisi?
• Duduklah bersama anak dan diskusikan isi tayangan pilihannya.
• Kalaupun tidak sempat mendampingi anak, orangtua sebaiknya menyeleksi program televisi mana yang benar-benar cocok untuk anak.
• Siapkan kegiatan alternatif pengganti agar anak tidak lagi merengek dan kembali menonton televisi.
• Tanamkan nilai-nilai keluarga secara berulang agar anak mengerti apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukannya sehingga anak lebih percaya diri menghadapi teman-temannya.
• Pantau terus kegiatan anak di luar rumah, bergaul dengan siapa? dikhawatirkan kalau menonton film-film porno yang ada di rumah temannya yang tidak terpantau oleh orang tuanya.
• Pendidikan yang mengandung nilai-nilai agama yang harus selalu diterapkan dan ditumbuhkan di rumah.
Bila masalah anak-anak ini hanya menjadi persoalan bagi para orang tua dan hanya beberapa gelintir orang yang peduli pada hal itu, maka masalah ini akan semakin sulit untuk terpecahkan. Sebenarnya pihak yang benar-benar terlibat dan harus dilibatkan untuk memecahkan masalah ini adalah pihak stasiun televisi itu sendiri. Karena pihak stasiun televisi mempunyai wewenang untuk menentukan layak tidaknya sebuah acara untuk ditayangkan. Mereka mempunyai andil yang besar pada semua tayangan yang ada di televisi. Di sinilah sebenarnya diperlukan orang yang benar-benar peduli pada nasib bangsa dan punya tanggungjawab moral yang tinggi. Kalau orang yang ditempatkan pada posisi ini adalah orang yang tepat, maka dia akan berfikir berkali-kali sebelum menayangkan sebuah acara. Apakah acara ini layak untuk ditayangkan? Sasarannya siapa? Disiarkan pada jam berapa? Apa pengaruh yang timbul dari acara ini? Dan masih banyk lagi pertimbangan yang mereka fikirkan.
Jika semua pihak bekerjasama dengan baik, maka akan ada harapan masalah ini mudah terpecahkan. Sehingga masa depan bangsa tidak lagi berada dalam ambang kehancuran.
Kesimpulan
Televisi adalah salah satu media yang potensial yang dapat menyampaikan informasi. Bukan hanya untuk menyampaikan informasi saja, televisi juga mampu menjadi media hiburan, serta dapat mempengaruhi seseorang berperilaku. Hal yang sangat wajar kalau segala sesuatu mempunyai sisi positif dan sisi negatif yang selalu berseberangan begitu juga televisi. Dengan hadirkan televisi yang menayangkan berbagai macam tayangan yang menarik juga membawa dampak yang positif maupun dampak yang negatif untuk pemirsanya, terutama untuk anak-anak.
Anak-anak yang belum dapat membedakan baik-buruk, pantas-tidak akan mudah sekali meniru adegan-adegan yang ada di televisi. Karena anak-anak identik dengan jiwa yang bersih dan polos. Oleh karena itu peranan orang tua dan semua yang terlibat dan merasa bertanggungjawab atas diri anak-anak (masa depan bangsa) sangat diperlukan guna membentengi anak-anak dari hal-hal yang belum saatnya mereka ketahui atau efek-efek negatif dari sebuah tontonan.
Masa depan bangsa ada di tangan anak-anak. Kalau orang tua dan pihak yang terkait mampu membimbing mereka dengan baik, memanfaatkan televisi sebagai media belajar, media untuk memperoleh informasi, serta media hiburan yang aman dan positif, maka anak-anak itu akan tumbuh dan berkembang sesuai usia mereka, secara alami dan menjadi anak yang cerdas serta anak-anak kebanggaan bangsa.

Tidak ada komentar: